Kamis, 30 Oktober 2008

Bagian Kedua: Ayat-Ayat tentang Kepemimpinan

Surat Asy-Syu’ara’: 214 (Ayat indzar)
Ali bin Abi Thalib (sa) adalah washi dan khalifah Rasulullah saw
Surat Thaha: 25-32
Ali bin Abi Thalib (sa) wazir Rasulullah saw
Surat Al-Maidah: 55
Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa)
Pendapat para Ahli tafsir
Pendapat para Ahli hadis
Pendapat Ibnu Taimiyah
Makna Wilayah
Surat Al-Maidah: 67
Ayat penegasan tentang kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa)
Pendapat Ahlussunnah
Pendapat yang sesuai dengan Ahlul Bait (sa)
Pendapat Wahabi tentang hadis Al-Ghadir dan Jawaban
Pendapat Ahlul bait (sa)
Surat Al-Maidah: 3
Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa) dan Kesempurnaan Agama
Pendapat Ahlul Bait (sa)
Pendapat Ahlussunnah yang sesuai dengan Ahlul bait (sa)
Pendapat yang saling bertentangan

Surat AL-AHZAB: 6
• Penegasan terhadap kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa)
Surat Al-Baqarah: 124
• Rasulullah saw dan para Imam dari Ahlul bait (sa) pemimpin manusia
Surat An-Nisa’: 59
• Ulil amri adalah para Imam dari Ahlul bait (sa)
• Ringkasan kritik Allamah Thabathaba’i terhadap Fakhrur Razi
• Ringkasan kritik Allamah Thabathaba’i terhadap Tafsir Al-Manar
Surat Al-Ma’arij: 13
• Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa) dan Azab bagi orang yang mengingkari
• Pendapat Nashibi (orang yang membenci Ahlul bait as)
Surat Ash-Shaffat: 24
• Kepemimpinan Ali bin Abi Thalib (sa) dan pertangan-jawab di hari kiamat bagi yang meragukan
Surat At-Takatsur: 8
• Kepemimpinan Ahlul bait (sa) dan pertanyaan pada hari kiamat

Disarikan dari kitab:
1. Fadhâil Al-Khamsah min Ash-Shihhah As-Sittah, Allamah Sayyid Murtadha Al-Firuz Abadi
2. Al-Mujâja’ât, Allamah Sayyid Syarafuddin Al-Musawi
3. Al-Mizâb fi Tafsîr Al-Qur’ân, Allamah Muhammad Husein Thabathaba’i

Bagian Pertama: Ayat-Ayat tentang Keutamaan Ahlul bait Nabi saw


Surat Al-Ahzab: 33
• Pensucian Ahlul bait (sa)
• Tiga pendapat tentang Ahlul bait (as)
• Kontek kalimat ayat Tahhir
Surat Asy-Syura: 23
• Ayat tentang Perintah Mencintai Ahlul bait (sa)
Surat Al-Ahzab: 56
• Ayat tentang Perintah Bershalawat kepada Nabi saw dan Keluarganya
• Cara bershalawat
• Shalat tidak akan diterima tanpa shalawat
• Doa akan tidak akan diijabah tanpa shalawat
• Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (sa) adalah keluarga Nabi saw
• Larangan shalawat batra’ (terputus)
Surat Al-Fatihah: 6-7
• Jalan yang lurus jalan Rasulullah saw dan Ali bin Abi Thalib (sa)
Surat AL-Baqarah: 37
• Nabi Adam (as) bertawassul dengan hak Rasulullah saw dan Ahlul bait (sa)
Surat AL-Baqarah: 58
• Ahlul bait (sa) seperti pintu Hiththah Bani Israil (pintu pengampunan dosa)
Surat AL-Baqarah: 207

• Ali bin Abi Thalib (sa) siap mengorbankan dirinya tidur di ranjang Nabi saw
Surat AL-Baqarah: 208
• Perintah masuk Islam secara kaffah
Surat AL-Baqarah: 274
• Ali bin Abi Thalib (sa) orang yang dermawan
Surat Ali-Imran: 61
• Ayat tentang Mubahalah
Surat Ali-Imran: 103
• Perintah berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Ahlul bait (sa)
Surat Ali-Imran: 144
• Ali bin Abi Thalib (sa) pewaris Rasulullah saw
Surat An-Nisa’: 54
• Ahlul bait Nabi saw dihasud oleh mereka
Surat An-Nisa’: 115
• Ali bin Abi Thalib (sa) Pemandu kebenaran
Surat Al-Maidah: 54
• Kemenangan perang Khaibar berkat perjuangan Ali bin Abi Thalib (sa)
Surat Al-An’am: 153.
• Jalan Ahlul bait (sa) jalan Allah yang lurus
Surat Al-A’raf: 46
• Para tokoh di A’raf: Ali (sa), Hamzah, Ja’far dan Abbas
Surat Al-A’raf: 172
• Wilayah Ahlul bait (sa) bagian dari kesaksian manusia ketika berada dalam rahim ibunya
Surat Al-A’raf: 181
• Pemandu dan Penegak Keadilan
Surat Al-Anfal: 41
• Ayat tentang Humus
Surat Al-Anfal: 75
• Ali dan Fatimah (sa) bersama Rasulullah saw pada hari kiamat
Surat At-Taubah: 3
• Ali bin Abi Thalib (sa) Al-Adzân
Surat At-Taubah: 1
• Ali bin Abi Thalib (sa) yang menyampaikan pernyataan pemutusan hubungan dengan orang-orang Musyrik
Surat At-Taubah: 19
• Ali bin Abi Thalib (sa) figur mukmin dan pejuang di jalan Allah
Surat At-Taubah: 119
• Ali bin Abi Thalib (sa) figur orang-orang yang benar
Surat Yunus: 58
• Rasulullah saw Karunia Allah dan Ali (sa) Rahmat-Nya
Surat Hud: 17
• Ali bin Abi Thalib (sa) adalah saksi dari Allah saw
Surat Ar-Ra’d: 4
• Rasulullah saw dan Ali bin Abi Thalib (sa) berasal dari satu pohon
Surat Ar-Ra’d: 7
• Rasulullah saw pemberi peringatan dan Ali bin Abi Thalib (sa) pemberi petunjuk
Surat Ar-Ra’d: 29
• Thuba adalah pohon di Surga yang akarnya berada di rumah Ali bin Abi Thalib (sa)
Surat An-Nahl: 43/Al-Anbiya’: 7
• Perintah merujuk kepada Ahlul bait Nabi saw
Surat Al-Ista’: 1
• Dengan Ali bin Abi Thalib (sa) Allah menguatkan Nabi saw
Surat Maryam: 96
• Ali bin Abi Thalib (sa) adalah kekasih orang-orang mukmin
Surat Al-Hajj: 19
• Ali bin Abi Thalib (sa) berperang tanding melawan figur pembuat kerusakan di muka bumi
Surat An-Nur: 35
• Ahlul bait (sa) perumpamaan cahaya Allah swt
Surat An-Nur: 36-37
• Rumah Ali dan Fatimah (sa) rumah yang dimuliakan oleh Allah swt
Surat Al-Furqan: 54
• Ali bin Abi Thalib (sa) punya dua hubungan dengan Nabi saw
Surat Al-Qashash: 61
• Ali bin Abi Thalib (sa) memperoleh janji yang khusus
Surat As-Sajadah: 18-20
• Ali bin Abi Thalib (sa) figur mukmin sejati, Walid bin Uqbah figur orang yang fasik
Surat As-Sajadah: 18-20
• Ali bin Abi Thalib (sa) pembeda keimanan dan kefasikan
Surat Al-Ahzab: 23
• Ali bin Thalib (sa) menunggu kesyahidan
Surat Al-Ahzab: 25
• Ali bin Abi Thalib (sa) penyelamat kaum mukiminin
Surat Al-Ahzab: 58
• Menyakiti Ali bin Abi Thalib (sa) pertanda munafik
Surat Al-Ahzab: 72
• Wilayah Ahlul bait (sa) adalah amanah yang tak sanggup dipikul oleh langit dan bumi
Surat Ash-Shaffat: 130
• Salam atas keluaga Yasin, dan keluarga Yasin adalah keluarga Rasulullah saw
Surat Shaat: 28
• Ali bin Abi Thalib, Hamzah, Ubaidah bin Harits mereka yang bertaqwa, Al-Walid, Utbah, dan Syaibah mereka yang bermaksiat
Surat Az-Zumar: 22
• Ali bin Abi Thalib (sa) orang yang dibuka hatinya oleh Allah
Surat Az-Zumar: 33
• Ali bin Abi Abi Thalib (sa) adalah Ash-Shiqqiq (orang yang membenarkan)
Surat Asy-Syura: 23
• Mencintai keluarga Nabi saw akan ditambah kebaikan
Surat Al-Jatsiyah: 21
• Ali bin Abi Thalib (sa) figur mukmin sejati, Utbah figur pembuat kerusakan
Surat Muhammad: 30
• Benci kepada Ali bin Abi Thalib (sa) pertanta munafik
Surat Ath-Thur: 21
• Ahlul bait (sa) memiliki derajat yang sama
Surat Ar-Rahman: 19-22
• Ali dan Fatimah (sa) adalah dua samudra yang bertemu
Surat Al-Waqi’ah: 10-11
• Ali bin Abi Thalib (sa) pendahulu orang-orang yang beriman
Surat Al-Hadid: 19
• Ali bin Abi Thalib (sa) adalah Ash-Shiddiq dan Al-Faruq
Surat Al-Mujadalah: 12
• Ali bin Abi Thalib (sa) yang meringankan beban ummat dengan sedekah najwa’
Surat Al-Hasyr: 7
• Ayat Tentang Fa’i
Surat Al-Hasyr: 20
• Penghuni Surga dan Neraka
Surat At-tahrim: 4
• Ali bin Abi Thalib (sa) mukmin sejati
Surat Al-Haqah: 12
• Pendengaran Ali bin Abi Thalib (sa) didoakan oleh Rasulullah saw
Surat Al-Insan: 5-22
• Ali bin Abi Thalib (sa) mendahulukan kebutuhan orang lain
Surat Al-Muthaffifin: 29
• Menertawakan Ali bin Abi Thalib (sa) pertanda munafik
Surat Adh-Dhuha: 5
• Rasulullah saw sangat bahagia karena tidak ada seorang pun dari Ahlul bait (sa) yang masuk ke neraka
Surat At-Tin: 7
• Rasulullah saw sangat bahagia karena turunnya ayat ini
Surat Al-Bayyinah: 7
• Ali bin Abi Thalib (sa) manusia terbaik sesudah Rasulullah saw
Surat Al-‘Ahr: 3
• Ali bin Abi Thalib (sa) figur orang mukmin dan beramal saleh
Surat Al-Kautsar: 1
• Keturunan Rasulullah saw tidak terputus

Rabu, 29 Oktober 2008

Ali bin Abi Thalib (sa) siap mengorbankan dirinya tidur di ranjang Nabi saw

Surat AL-Baqarah: 207


Allah swt berfirman:

ومن الناس من يشري نفسه ابتغاء مرضاة الله والله رؤوف بالعباد

“Diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari ridha Allah ; dan Allah Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya. “

Allah Azza wa Jalla membanggakan Ali bin Abi Thalib (sa) di hadapan para malaikat-Nya, karena ia siap mengorbankan hidupnya untuk Rasulullah saw. Kemudian Allah swt menurunkan ayat ini untuk memberitakan bahwa demi mencari ridha Allah, Ali (sa) siap mengorbankan hidupnya.

Dalam tafsir Al-Kabir, tentang ayat ini Fakhrur Razi mengatakan:
Ayat ini turun berkaitan dengan Ali bin Abi Thalib (sa) saat menggantikan Nabi saw di tempat tidurnya ketika beliau keluar ke guwa di malam hari. Diriwayatkan bahwa saat ia tidur di tempat tidur Nabi saw, Jibril berdiri di dekat kepalanya dan Mikail di dekat kakinya. Jibril berkata: Selamat, selamat atas orang seperti engkau wahai putera Abu Thalib, Allah membanggakanmu di depan para malaikat-Nya.” Maka turunlah ayat ini.

Dalam Usdul Ghabah 4/25:
Ast-Tsa’labi berkata, aku melihat dalam sebagian kitab bahwa Rasulullah saw, ketika hendak hijrah ia meninggalkan Ali bin Abi Thalib (sa) di Mekkah, menyerahkan tugas-tugasnya dan menitipkan apa yang beliau miliki. Ketika beliau pergi ke guwa dan rumahnya dikepung oleh orang-orang musyrik, beliau menyuruh Ali bin Abi Thalib (sa) tidur di tempat tidurnya. Beliau berkata kepadanya: berselimutlah kamu dengan selimutku yang dari Hadhra maut dan berwarna hijau, insya Allah kamu akan diselamatkan dari hal-hal yang berbahaya. Kemudian Ali (sa) melakukan hal itu, maka Allah berfirman kepada Jibril dan Mikail (sa): “Aku mempersaudarakan di antara kalian berdua dan menjadikan umur salah seorang di antara kalian lebih panjang dari yang lain, bagaimana sikap kalian tentang sikap seseorang yang mau mengorbankan hidupnya untuk saudaranya.” Kemudian menyatakan tentang Rasulullah saw dan Ali (sa): “Apakah kalian berdua (Jibril dan Mikail) tidak ingin seperti Ali bin Abi Thalib yang Aku persaudarakan dengan nabi-Ku Muhammad, ia siap tidur di ranjang saudaranya dengan mengorbankan hidupnya? Turunlah kalian berdua ke bumi dan jagalah dia dari musuh-musuhnya. Kemudian mereka turun, Jibril berada di dekat kepala Ali (sa) dan Mikail di dekat kakinya. Jibril berkata: “selamat, selamat atas orang seperti engkau wahai putera Abu Thalib, Allah membanggakanmu di depan para malaikat-Nya.” Kemudian Allah azza wa jalla menurunkan kepada Rasul-Nya - ketika beliau menuju Madinah, tentang keutamaan Ali (sa) - ayat ini: “Diantara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari ridha Allah . “

Hadis ini dan yang semakna terdapat dalam:
1. Syawahidut Tanzil, Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 1, halaman 96, hadis ke : 133,134,135,136,137,139,140,141 dan 142.
2. Tafsir Fakhrur Razi, jilid 5, halaman 223, cet. Al-Bahiyah ; jilid 2, halaman 283, cet. Dar Ath-Thaba’ah, Mesir.
3. Tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang surat Al-Anfal: 30.
4. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1 halaman 330.
5. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 1 halaman 348, meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ayat “Ingatlah ketika orang-orang kafir melakukan maker padamu untuk menangkap atau membunuhmu …” (Al-Anfal: 30), berkaitan dengan hal ini.
6. Mustadrak Ash-Shahihayn Al-Hakim, jilid 3 halaman 4.
7. Kifayah Ath-Thalib, Al-Kanji Asy-Syafi’i, halaman 239, cet. Al-Haidariyah; halaman 114, cet. Al-Ghira
8. Al-Fushul Muhimah, Ibnu shabagh Al-Maliki, halaman 31, cet. Al-Haidariyah; halaman 33, cet. Yang lain.
9. Tadzkirah Al-khawwash, As-Sibth bin Al-Jauzi Al-Hanafi, halaman 35 dan 200, cet. Al-Haidariyah; halaman 21 dan 115, cet, yang lain.
10. Nurul Abshar, Asy-Syablanji, halaman 78, cet. As-Sa’idiyah ; halaman 78, cet. Al-‘Utsmaniyah.
11. Yanabi’ul Mawaddah, Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 92, cet. Islambul ; halaman 105, cet. Al-Haidariyah.
12. Nur Al-Abshar halaman 77.
13. Kunuz Al-Haqaiq, Al-Mannawi, halaman 31, hadis ke 1578.
14. Khashaish An-Nasa’i, halaman 8.
15. Ar-Riyadh An-Nadhrah, Al-Muhibb Ath-Thabari, jilid 2 halaman 203.
16. Dzakhair Al-‘Uqba, halaman 86.
17. Kanzul Ummal, Al-Muttaqi, jilid 8 halaman 333.
18. Majma’ Al-Haitsami, jilid 9 halaman 119.
19. Tarikh Baghdad, Al-Khatib, jilid 13 halaman 191.
20. Ath-Thabaqat Al-Kubra, Ibnu Sa’d, jilid 8 halaman 35 dan 162.
21. Usdul Ghabah, Ibnu Atsir, jilid 4 halaman 18 dan 19.
22. Syarh Nahjul Balaghah, Ibnu Abil Hadid, jilid 13, halaman 262, cet. Mesir, dengan Tahqiq Muhammad Abul fadhl.
23. As-Sirah An-Nabawiyah, Zaini Dahlan (catatan pinggir) As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 1, halaman 306.

Ahlul bait Nabi saw seperti pintu Hiththah Bani Israil

Surat AL-Baqarah: 58


Allah swt berfirman:

وإذ قلنا ادخلوا هذه القرية فكلوا منها حيث شئتم رغداً وادخلوا الباب سجداً وقولوا حطة نغفر لكم خطاياكم

Ingatlah, ketika Kami berfirman: “Masuklah kalian ke negeri ini (Baitul Maqdis), dan makanlah dari hasil buminya, yang banyak dan enak sebagaimana yang kalian sukai, dan masuklah kalian ke pintu gerbangnya sambil bersujud, dan katakan: “Bebaskan kami dari dosa-dosa, niscaya Kami akan mengampuni kesalahan-kesalahan kalian.”

Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang ayat ini Jalaluddin As-Suyuthi berkata:
Ibnu Abi Syaibah meriwayatkan bahwa Ali bin Abi Thalib (as) berkata: “Sesungguhnya kami (Ahlul bait) bagi ummat ini seperti bahtera Nuh dan pintu Hiththah (pengampunan dosa).”

Dalam Mustadrak Al-Hakim 2: 343 Al-Hakim mengatakan tentang ayat ini:
Hansy Al-Kinani berkata, aku pernah mendengar Abu Dzar berkata sambil berpegangan pada pintu Ka’bah: Wahai manusia, barangsiapa yang mengenalku, aku adalah orang yang kalian kenal, dan barangsiapa yang mengingkariku, maka aku adalah Abu Dzar, aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan Ahlul baitku seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya ia akan selamat dan barangsiapa yang tertinggal ia akan tenggelam.” Sekanjutnya Al-Hakim mengatakan: Hadis ini shahih menurut persyaratan Muslim.

Dalam Majma’ Az-Zawaid 9:168 disebutkan:
Abu Said Al-Khudri berkata, aku pernah mendengar Nabi saw bersabda: “Sesungguhnya perumpamaan Ahlul baitku bagi kalian seperti bahtera Nuh, barangsiapa yang menaikinya ia akan selamat, dan barangsiapa yang tertinggal ia akan tenggelam. Dan sesungguhnya perumpamaan Ahlul baitku bagi kalian seperti pintu Hiththah bagi Bani Israil, barangsiapa yang memasukinya ia akan diampuni dosa-dosanya.”

Tentang hadis ini secara lebih detail, Anda baca tentang hadis Safinah (bahtera nabi Nuh as). Dan dengan segala macam redaksinya hadis ini terdapat dalam kitab:

1. Kanzul Ummal, jilid 6 halaman 216.
2. Hilyah Al-Awliya’, Abu Na’im, jilid 4 halaman 306.
3. Tarikh Baghdad, Al-Khathib, jilid 12 halaman 19.
4. Dzakhair Al-‘Uqbâ, Muhibuddin Ath-Thabari, halaman 20.
5. Ash-Shawa’iq Al-Muhriqah, Ibnu Hajar, halaman 75. Hadis ini diriwayatkan oleh Ad-Daruquthni dari Ibnu Abbas.
6. Al-Faydh Al-Qadir, Al-Mannawi, jilid 4 halaman 356.
7. Kunuz Al-Haqâiq, Al-Mannawi, halaman 132, hadis ke 6943.

Nabi Adam (as) bertawassul dengan hak Rasulullah saw dan Ahlul bait (sa)

Surat AL-Baqarah: 37


Allah swt berfirman:

فتلقى آدم من ربه كلمات فتاب عليه

“Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya,”

Jalaluddin As-Suyuthi dalam tafsirnya Ad-Durrul Mantsur ketika menafsirkan ayat ini, mengatakan: Ibn Abbas pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang “Kalimat-kalimat yang diterima oleh Adam dari Tuhannya lalu Dia menerima taubatnya”.

Rasulullah saw bersabda: “Adam memohon kepada Allah dengan hak Muhammad, Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husein (sa), kemudian Allah menerima taubatnya.” (Kanzul Ummal 1: 234).

Imam Ali bin Abi Thalib (sa) pernah bertanya kepada Rasulullah saw tentang firman Allah “Kemudian Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya “(Al-Baqara: 36). Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah menurunkan Adam di India, Hawa’ di Jeddah, Iblis di Misan, dan ular di Ashbahan, ular itu berkaki seperti kaki onta. Adam tinggal di India selama seratus tahun menangisi kesalahannya sehingga Allah mengutus Jibril kepadanya dan berfirman: “Wahai Adam, bukankah Aku menciptakanmu dengan tangan-Ku? Bukankah Aku meniupkan ruh-Ku ke dalam dirimu? Bukankah para malaikat-Ku telah sujud kepadamu? Bukankah Aku telah menjadikan Hawa sebagai isterimu? Adam menjawab: Semua itu benar. Kemudian Allah swt bertanya: Mengapa kamu menangis? Adam menjawab: Bagaimana aku tidak menangis sementara aku dikeluarkan dari sisi Yang Maha Pengasih. Kemudian Allah swt berfirman: “Hendaknya kamu bertaubat dengan kalimat-kalimat ini, sesungguhnya Allah akan menerima taubatmu dan mengampuni dosamu. Ucapkan olehmu:

اللّهم إني أسالك بحق محمّد وآل محمّد، سبُحانك لا إله إلاّ أنت، عملت سوءاً وظلمت نفسي، فتب عليّ إنك أنت التواب الرحيم، اللّهم إني أسألك بحق محمّد وآل محمّد، عملت سوءاً وظلمتُ نفسي فتُب عليّ إنك أنت التواب الرحيم

Ya Allah, aku memohon pada-Mu dengan hak Muhammad dan keluarga Muhammad. Maha Suci Engkau tiada Tuhan kecuali Engkau, aku telah melakukan kesalahan dan menzalimi diriku, maka terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Penerima taubat dan Maha Menyayangi. Ya Allah, aku memohon pada-Mu dengan hak Muhammad dan keluarga Muhammad, aku telah melakukan kesalahan dan menzalimi diriku, maka terimalah taubatku, sesungguhnya Engkau Maha Menerima taubat dan Maha Menyayangi.

Kemudian Rasulullah saw bersabda: “kalimat-kalimat inilah yang diterima oleh Adam.” (Kanzul ‘Ummal 1: 234, hadis ke 4237)

Hadis tersebut dengan segala macam redaksinya juga terdapat di dalam kitab:
1. Manaqib Ali bin Abi Thalib, Al-Maghazili Asy-Syafi’i, halaman 63, hadis ke 89.
2. Yanabi’ul Mawaddah, Al-Qundusi Al-Hanafi, halaman 97 dan 239, cet. Islambul; halaman 111, 112, 283, cet. Al-haidariyah.
3. Muntakhab kanzul ‘Ummal, Al-Muntaqi Al-Hindi (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hambal, jld 1, hlm 419.
4. Al-Ghadir, Al-Amini, jilid 7, halaman 300.
5. Ihqaqul Haqq, At-Tustari, jilid 3, halaman 76.

Jalan yang Benar

Surat Al-Fatihah: 6-7


Allah swt berfiman:

اهْدِنَا الصرَط الْمُستَقِيمَ صِرَط الَّذِينَ أَنْعَمْت عَلَيْهِمْ غَيرِ الْمَغْضوبِ عَلَيْهِمْ وَ لا الضالِّينَ

“Tunjukilah kami ke jalan yang lurus, jalannya orang-orang yang telah Kau beri nikmat. “Yaitu jalan orang-orang yang Kau beri nikmat, bukan jalan orang-orang yang dimurkai dan bukan jalan orang-orang yang tersesat.”

Shirathal mustaqim, jalan yang lurus dan benar, memiliki dua makna: makna lahir dan makna batin.

Dalam beberapa riwayat hadis disebutkan bahwa yang dimaksud dengan “Shirathal mustaqîm” adalah jalan Rasulullah saw dan Ahlul baitnya. Riwayat ini terdapat di dalam:

1. Syawahidut Tanzil, Al-Hakim Al-Haskani, jilid 1, halaman 57, hadis ke: 86,87,88,89,90,91,92,93,94,95,101,102,103,104 dan 105.
2. Al-Ittihaf Bihubbil Asyraf, Asy-syahrawi, halaman 76.
3. Kifayah Ath-Thalib, Al-Kanji Asy-Syafi’i, halaman 162 cet. Al-
4. Ihqaqul Haqq, At-Tustari, jilid 3, halaman 534.

Rasulullah saw bersabda tentang firman Allah “‘Tunjukilah kami ke jalan yang lurus’: Jalannya para Nabi yang telah dikaruniai nikmat oleh Allah.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 86)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata tentang firman Allah “‘Tunjukilah kami ke jalan yang lurus’: Jalan dan mengenal Imam.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 88)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Demi Allah, kami adalah jalan yang lurus.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 89)

Mufadhdhal bin Umar berkata, aku pernah bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) tentang “Ash-Shirath”. Beliau berkata: “Ash-Shirath” adalah jalan untuk mengenal Allah Azza wa Jalla. Shirath itu ada dua: Shirath di dunia dan shirath di akhirat. Shirath di dunia adalah Imam yang wajib ditaati, orang yang mengenalnya di dunia dan memperoleh keteladanan dengan petunjuknya ia akan selamat dalam melintasi shirath di atas jurang neraka Jahamman di akhirat. Dan orang yang tidak mengenalnya di dunia ia akan tergelincir kakinya dari shirath di akhirat sehingga ia tersungkur ke dalam neraka Jahannam.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 92)

Sa’dan bin Muslim berkata, aku pernah bertanya kepada Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) tentang “Shirath”. Beliau berkata: “lebih halus dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Di antara mereka ada orang yang melintasinya seperti kilat, ada yang melintasinya seperti musuh berkuda, ada yang melintasinya dengan berjalan kaki, ada yang melintasinya dengan merangkak, dan ada yang melintasinya dengan bergelantung sehingga terjilat oleh api neraka.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 93)

Imam Zainal Abidin (sa) berkata: “Kami adalah pintu Allah dan kami adalah jalan yang lurus.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 97)

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Wahai Ali, pada hari kiamat aku, kamu dan Jibril duduk di atas shirath, sehingga tidak ada seorang pun yang boleh melintasi kecuali orang yang tercatat kesetiaannya terhadap wilayahmu.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 98)

Imam Muhammad Al-Baqir (sa) berkata dari ayahnya dan dari kakeknya bahwa Rasulullah saw bersabda tentang ayat ini: “Pengikut Ali (sa) yang Kau beri nikmat dengan wilayah Ali bin Abi Thalib (sa), mereka yang tidak dimurkai dan tidak tersesat.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 104)

Imam Muhammad Al-Baqir (sa): “Kami adalah jalan yang jelas dan lurus menuju kepada Allah Azza wa Jalla, dan kami adalah nikmat untuk makhluk-Nya.” (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 105)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa): “Orang yang dimukai” adalah kaum nashibi, sedangkan “Orang-orang yang tersesat” adalah yahudi dan nasrani. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 106)

Imam Ja’far Ash-Shadiq (sa) berkata: “Orang-orang yang dimurkai” adalah kaum nashibi, sedangkan “Orang-orang yang tersesat” adalah orang-orang yang ragu dan tidak mengenal Imamnya. (Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn 1, hadis ke 107)

Perintah Bershalawat kepada Nabi saw dan Keluarganya

Surat Al-Ahzab: 56


Allah swt berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَ مَلَئكتَهُ يُصلُّونَ عَلى النَّبىّ‏ِ يَأَيهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صلُّوا عَلَيْهِ وَ سلِّمُوا تَسلِيماً

“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi; wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu kepadanya dan ucapkan salam kepadanya.” (Al-Ahzab/33: 56)

Ulama dari kalangan mazhab Ahlul bait (sa) sepakat bahwa ayat ini diturunkan untuk menegaskan hak Rasulullah saw dan Ahlul baitnya (sa), yaitu perintah bershalawat kepada mereka dan cara bershalawat. Ulama Ahlussunnah juga sepakat kecuali hanya beberapa penulis.

Cara bershalawat
Dalam shahih Bukhari, kitab doa, bab bershalawat kepada Nabi saw:

Abdurrahman bin Abi Layli berkata: Ka’b bin Ujrah menemui aku lalu berkata: Tidakkah kamu diberi hadiah? Nabi saw datang kepada kami, lalu kami berkata: Ya Rasulallah, engkau telah mengajari kami cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara bershalawat kepadamu? Beliau menjawab: Kalian ucapkan:

اللهمّ صلِّ على محمّد وعلى آل محمّد، كما صلّيت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد، اللّهمّ بارك على محمّد وعلى آل محمّد، كما باركت على إبراهيم إنك حميد مجيد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau sampaikan shalawat kepada keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah, berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

Dalam Shihih Bukhari, kitab tafsir, bab ayat ini:

Abu Said Al-Khudri berkata, kami berkata: Ya Rasulallah, ini adalah cara mengucapkan salam kepadamu, lalu bagaimana cara bershalawat kepadamu? Beliau menjawab: kalian ucapkan:

اللّهمّ صلّ على محمّد عبدك ورسولك كما صلّيت على آل إبراهيم، وبارك على محمّد وعلى آل محمّد كما باركت على إبراهيم

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad hamba-Mu dan Rasul-Mu sebagaimana Engkau sampaikan shalawat kepada keluarga Ibrahim, dan berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim.

Shahih Muslim, kitab shalawat kepada Nabi saw sesudah tasyahhud:

Abu Mas’ud Al-Anshari berkata: Rasulullah saw pernah mendatangi kami ketika kami berada di majlis Sa’d bin Ubadah. Kemudian Basyir bin Sa’d berkata kepadanya: Allah Azza wa Jalla memerintahkan pada kami agar bershalawat kepadamu ya Rasulallah, lalu bagaimana cara kami bershalawat kepadamu? Lalu beliau diam sepertinya beliau menghendaki kami tidak bertanya tentang hal itu. Kemudian beliau bersabda: Kalian ucapkan:

اللّهم صلّ على محمّد وعلى آل محمّد كما صليت على آل إبراهم، وبارك على محمّد وعلى آل محمّد كما باركت على آل إبراهيم في العالمين إنك حميدٌ مجيد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau sampaikan shalawat kepada keluarga Ibrahim, dan berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi keluarga Ibrahim di alam semesta, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

Sunan An-Nasa’i 1/190, bab 52, hadis ke 1289:
Musa bin Thalhah dari ayahnya, ia berkata: kami berkata, ya Rasulallah, bagaimana cara bershalawat kepadamu? Beliau menjawab: Kalian ucapkan:

اللّهمّ صلِّ على محمّد وعلى آل محمّد كما صلّيت على إبراهيم وآل إبراهيم إنك حميد مجيد ، وبارك على محمّد وعلى آل محمّد كما باركت على إبراهيم وآل إبراهيم إنك حميد مجيد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau sampaikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia; berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

Sunan An-Nasa’i 1: 190, bab 52, hadis ke 1291:

Musa bin Thalhah berkata, aku bertanya kepada Zaid bin Kharijah, ia berkata, aku pernah bertanya kepada Rasulullah saw. Kemudian beliau bersabda: Bershalawatlah kalian kepadaku dan bersungguh-sungguhlah kalian dalam berdoa, dan kalian ucapkan:

اللّهم صلِّ على محمّد وعلى آل محمّد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.

Shahih Ibnu Majah 65, kitab shalat, bab shalawat kepada Nabi saw, hadis ke 906:

Abdullah bin Mas’ud berkata: Jika kalian bershalawat kepada Rasulullah saw, hendaknya kalian memperbaiki shalawat kepadanya, karena kalian tidak tahu kalau shalawat itu hukumnya wajib. Lalu dikatakan kepadanya: ajarkan kepada kami (tentang cara bershalawat). Ia berkata: kalian ucapkan:

اللهم اجعل صلاتك ورحمتك وبركاتك على سيد المرسلين. اللّهم صلّ على محمّد وعلى آل محمّد كما صلّيت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد ، اللهم بارك على محمّد وعلى آل محمّد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد

Ya Allah, curahkan shalawat-Mu, rahmat-Mu dan keberkahan-Mu kepada penghulu para Rasul. Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau sampaikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia. Ya Allah, berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.

Fathul Bari 13: 441, kitab doa, bab 32, hadis ke 6358:

Abu Hurairah berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: Barangsiapa yang shalawat ini, pada hari kiamat aku akan menjadi saksi baginya dan memberi syafaat padanya:

اللهم صل على محمّد وعلى آل محمّد كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم ، وبارك على محمّد وعلى آل محمّد كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم ، وترحم على محمّد وعلى آل محمّد كما ترحمت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau sampaikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sayangi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau sayangi Ibrahim dan keluarga Ibrahim.

Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i meriwayatkan dalam Musnadnya:

Abu Hurairah bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, bagaimana cara kami bershalawat kepadamu? Nabi saw menjawab: kalian ucapkan:

اللّهم صل على محمد وآل محمد كما صليت على ابراهيم وبارك على محمد وآل محمد كما باركت على ابراهيم وآل ابراهيم، ثم تسلمون علي

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau sampaikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, dan berkahi Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Kau berkahi Ibrahim dan keluarga Ibrahim; kemudian ucapkan salam kepadaku. (Musnad, jilid 2, halaman 97).

Ash-Sha’iqul Muhriqah, hlm 144:

Ibnu Hajar meriwayatkan bahwa Ka’b bin Ujrah berkata: ketika ayat ini turun kami bertanya kepada Rasulullah saw: Ya Rasulallah, kami telah mengetahui cara mengucapkan salam kepadamu, tapi bagaimana cara bershalawat kepadamu. Nabi saw menjawab: kalian ucapkan:

اللّهم صل على محمد وآل محمد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad. Kemudian beliau bersabda: Janganlah kalian bershalawat kepadaku dengan shalawat yang batra’ (puntung). Lalu para sahabat bertanya: Apa shalawat yang batra’ itu. Beliau menjawab: Kalian hanya mengucapkan:

اللّهم صل على محمد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad. Tetapi, hendaknya kalian mengucapkan:

اللّهم صل على محمد وآل محمد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.

Dalam tafsirnya Al-Qurthubi menyebutkan beberapa riwayat bahwa ayat ini adalah keharusan menyertakan Ahlul bait ketika bershalawat kepada Nabi saw. (Al-Jami’ li-Ahkamil Qur’an 14: 233 dan 234).

Ibnul Arabi Al-Andalusi Al-Maliki juga menyebutkan beberapa riwayat bahwa ayat ini diturunkan untuk menegaskan hak Nabi saw dan keluarganya yang suci (sa). (Ahkamul Qur’an 2: 84).

Jabir (ra) berkata: Sekiranya kamu melakukan shalat dan tidak bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, maka aku tidak melihat shalatnya diterima. (Dzakhairul Uqba:19).

Al-Qadhi ‘Iyadh meriwayatkan dalam Asy-Syifa’, dari Ibnu Mas’ud bahwa Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang melakukan shalat dan dalam shalatnya tidak membaca shalawat kepadaku dan Ahlul baitku, maka shalatnya tidak diterima.” (Al-Ghadir 2: 303).

Ibnu Hajar mengatakatan: Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Nabi saw bersabda: “Barangsiapa yang melakukan shalat dan dalam shalatnya tidak membaca shalawat kepadaku dan Ahlul baitku, maka shalatnya tidak diterima.” (Ash-Shawaiqul Muhriqah: 139).

Ar-Razi mengatakan: Doa untuk keluarga Nabi saw menunjukkan keagungan kedudukan mereka, karena doa ini ditempatkan di akhir Tasyahhud dalam shalat, yaitu: Allahumma shalli ‘ala Muhammad wa âli Muhammad, warham Muhammadan wa âla Muhammad (Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan sayangi Muhammad dan keluarga Muhammad). Pengagungan ini tidak akan didapatkan pada selain keluarga Muhammad. Hal ini menunjukkan bahwa mencintai keluarga Muhammad adalah wajib. Keagungan kedudukan Ahlul bait Nabi saw terdapat dalam lima hal: Tasyahhud dalam shalat, salam, kesucian, diharamkannya sedekah bagi mereka, dan kewajiban mencintai mereka. (Tafsir Ar-Razi 7: 391).

Hadis-hadis tersebut dan yang semakna juga terdapat dalam:
1. Shahih Bukhari, jilid 6, halaman 12.
2. Asbabun Nuzul, Al-Wahidi, halaman 271.
3. Ma’alim At-Tanzil, Al-Baghawi, catatan pinggir Tafsir Al-Khazin, jilid 5, halaman 225.
4. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 148.
5. Tafsir Fakhrur Razi, jilid 25, halaman 226.
6. Al-Hafizh Abu Na’im Al-Isfahani, Akhbar Isfahan, jilid 1, halaman 131.
7. Al-Hafizh Abu Bakar Al-Khathib, Tarikh Baghdad, jilid 6, halaman 216.
8. Ibnu Abd Al-Birr Al-Andalusi, Tajrid At-Tamhid, halaman 185.
9. Tafsir Ruh Al-Ma’ani, Al-Alusi, jilid 22, halaman 32.
10. Dzakhairul Uqba, Muhibuddin Ath-Thabari, halaman 19.
11. Riyadhush Shalihin, An-Nawawi, halaman 455.
12. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, halaman 506.
13. Tafsir Ath-Thabari, jilid 22, halaman 27.
14. Tafsir Al-Khazin, jilid 5, halaman 226.
15. Ad-Durrul Mantsur, As-Suyuthi, jilid 5, halaman 215.
16. Fathul Qadir, Asy-Syaukani, jilid 4, halaman 293.

Shalat tidak akan diterima tanpa shalawat
Sunan Al-Baihaqi 2: 379, kitab shalat, bab 471, hadis 3968:
Abu Mas’ud berkata: Sekiranya aku melakukan shalat tanpa bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, niscaya aku memandang shalatku tidak sempurna.

Dalam Sunan Ad-Daruquthni 136, kitab shalat, bab kewajiban shalawat dalam tasyahhud, hadis ke 6:

Ibnu Mas’ud berkata bahwa Rasululah saw bersabda:

من صلى صلاة لم يصل فيها عليّ ولا على أهل بيتي لم تقبل منه

“Barangsiapa yang melakukan shalat, dan di dalamnya tidak bershalawat kepada ku dan Ahlul baitku, maka shalatnya tidak diterima.”

Dalam Dzakhair Al-‘Uqba 19, bab Fadhail Ahlul bait (sa):
Jabir berkata: Sekiranya aku melakukan shalat, dan di dalamnya aku tidak bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, niscaya aku memandang shalatku tidak diterima.

Dalam Syarah Al-Mawahib halaman 7:

Imam Syafi’i berkata:

يا آل بيت رسول الله حبكم فرض من الله في القرآن أنزله

كفا كم من عظيم القدر انكم من لم يصل عليكم لا صلاة له

Wahai Ahlul bait Rasulullah,
mencintaimu diwajibkan oleh Allah dalam Al-Qur’an yang diturunkan
Cukuplah keagungan kedudukanmu
orang yang tidak bershalawat kepadamu (dalam shalatnya)
shalatnya tidak sah.

Perkataan Imam Syafi’i tersebut juga terdapat dalam:
1. Musnad Ahmad, jilid 6 halaman 323.
2. Ash-Shawaiqul Muhriqah, Ibnu hajar, halaman 88.
3. Tafsir Nur Ats-Tsaqalayn Al-Abshar, Asy-Syablanji, halaman 104, bab 2 manaqib Al-Hasan dan Al-Husayn.

Doa tidak akan diijabah tanpa shalawat
Dalam Kanzul Ummal 1: 173, pasal 2 Adab Doa:
Tidak ada suatupun doa kecuali ada hijab (penghalang) antara doa itu dan Allah sehingga dibacakan shalawat. Ketika shalawat dibacakan, maka robeklah hijab itu dan sampailah doa itu kepada Allah swt. Dan jika tidak dibacakan shalawat, maka kembalilah doa itu.
Pernyataan ini diriwayatkan oleh Ad-daylami dari Ali bin Abi Thalib (sa).

Dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah haaman 88:
Ad-Daylami meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda:

الدعاء محجوب حتى يُصلّى على محمّد وأهل بيته ، اللّهم صلِّ على محمّد وآله

“Doa itu akan terhijabi sehingga dibacakan shalawat kepada Muhammad dan Ahlul baitnya, yaitu: Sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarganya.”

Dalam Faydh Al-Qadhir 5: 19, hadis ke 6303:
Ali bin Abi Thalib (sa) berkata:

كل دعاء محجوب حتى يُصلّى على محمّد وآل محمّد

“Semua doa akan terhalangi sehingga dibacakan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.”

Al-Haitsami mengatakan: Tokoh-tokoh hadis tersebut dapat dipercaya.
Al-Muttaqi Al-Hindi juga menyebutkan dalam kitabnya Kanzul Ummal 1/314, mengutip dari Ubaidillah bin Abi Hafsh Al-‘Aysyi. Abdul Qadir Ar-Rahawi menyebutkan dalam Al-Arbain, Ath-Thabrani dalam Al-Kabir, Al-Baihaqi dalam Syu’b Al-Iman.

Dalam Faydh Al-Qadir 3: 543:
Abu Syaikh meriwayatkan Ali bin Abi Thalib (sa):

الدعاء محجوب عن الله حتى يصلّى على محمّد وأهل بيته

“Doa itu akan terhijabi dari Allah sehingga dibacakan shalawat kepada Muhammad dan Ahlul baitnya.”

Hadis ini juga diriwayatkan Al-Baihaqi dari Asy-Sya’b, At-Tirmidzi dari Ibnu Umar.

Dalam Kanzul Ummal 1: 181:
Rasulullah saw bersabda kepada Ali bin Abi Thalib (sa): Jika disedihkan oleh suatu persoalan, maka bacalah:

اللّهم احرسني بعينك التي لا تنام، واكنفني بكنفك الذي لا يرام. أسألك أن تُصلّي على محمّد وعلى آل محمّد، وبك أدرأ في نحور الأعداء والجبابرة

“Ya Allah, jagalah daku dengan mata-Mu yang tak pernah tidur, dan jagalah daku dengan benteng-Mu yang tak pernah hancur. Aku bermohon pada-Mu sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dengan-Mu aku berlindung dari permusuhan musuh-musuhku dan orang-orang yang sombong.”

Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (sa) adalah keluarga Nabi saw
Dalam Musnad Ahmad 6: 324, hadis ke 26206:
Ummu Salam berkata bahwa Rasulullah saw bersabda kepada Fatimah (sa): “Bawalah kepadaku suamimu dan kedua anakmu.” Kemudian Fatimah (sa) bersama mereka datang kepada Nabi saw. Lalu beliau memayungi mereka dengan kain kisa’ dan meletakkan tangannya pada mereka, lalu bersabda:

اللّهم إن هؤلاء آل محمّد ، فاجعل صلواتك وبركاتك على محمّد وعلى آل محمّد إنّك حميد مجيد

“Ya Allah, sesungguhnya mereka adalah keluarga Muhammad, curahkan shalawat-Mu dan keberkahan-Mu kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.”
Ummu Salamah berkata: Kemudian aku mengangkat kain kisa’ itu untuk berkumpul bersama mereka, kemudian Nabi saw menarik kain kisa’ itu (melarang masuk ke dalam kain kisa’) dan bersabda: “Engkau adalah orang yang baik.”

Dalam Mustadrak Al-Hakim 3: 147, kitab ma’rifah Shahabah:
Abdullah bin Ja’far bin Abi Thalib berkata: Ketika Rasulullah saw melihat rahmat Allah turun, beliau bersabda: “Datangkan padaku, datangkan padaku.” Shafiyah bertanya: Siapa yang Rasulallah? Beliau menjawab: “Ahlul baitku, yaitu Ali, Fatimah, Al-Hasan dan Al-Husayn.” Lalu mereka datang kepada Nabi saw, kemudian beliau memayungi mereka dengan kain kisa’, kemudian berdoa dengan mengangkat tangannya:

اللّهمّ هؤلاء آلي ، فصلِّ على محمّد وعلى آل محمّد

“Ya Allah, mereka adalah keluargaku, curahkan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.” Kemudian Allah Azza wa jalla menurunkan surat Al-Ahzab: 33.
Al-Hakim mengatakan hadis ini shahih menurut persyaratan Bukhari dan Muslim.

Hadis ini dan yang semakna juga terdapat dalam:
1. Kanzul Ummal, Al-Muttaqi Al-Hindi, jilid 7 halaman 103, bab Fadhail Ahlul bait, hadis ke 37629.
2. Musykil Al-Atsar, Ath-Thahawi, jilid 1 halaman 334.
3. Tafsir Ad-Durrul Mantsur, tentang surat Al-Ahzab: 33.
4. Musnad Ahmad, jilid 6 halaman 296.
5. Majma’ Az-Zawaid, Al-Haitsami, jilid 9 halaman 167, bab keutamaan Ahlul bait (sa).

Larangan shalawat batra’ (terputus)
Shalawat ba’tra’ adalah shalawat yang tidak menyertakan keluarga Nabi saw dalam bershalawat kepadanya.

Dalam Ash-Shawaiq Al-Muhriqah 87, bab 11:
Ibnu Hajar berkata bahwa Nabi saw bersabda: “Janganlah kalian bershalawat kepadaku dengan shalawat batra’.” Kemudian sahabat bertanya: Apakah shalawat batra’ itu? Nabi saw menjawab: Kalian hanya mengucapkan:

اللّهم صلِّ على محمّد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad. Tetapi hendaknya kalian mengucapkan:

اللّهم صلّ على محمّد وعلى آل محمّد

Ya Allah, sampaikan shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad.

Disini terdapat hal yang mengherankan: Mengapa umumnya ummat Islam bershalawat kepada Nabi saw dengan shalawat batra’ yaitu Shallallahu ‘alayhi wa sallam (semoga Allah mencurahkan shalawat dan salam kepada Muhammad). Padahal para ulama dan para imam ahli hadis dari Ahlussunnah telah meriwayatkan hadis-hadis bahwa doa itu tidak diijabah tanpa bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, shalat tidak diterima tanpa bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, cara bershalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, dan hadis-hadis bahwa Nabi saw melarang bershalawat dengan shalawat batra’ (yang terputus).

Ayat tentang Perintah Mencintai Ahlul Bait Nabi saw

Surat Asy-Syura: 23


Allah swt berfirman:

قُل لا أَسئَلُكمْ عَلَيْهِ أَجْراً إِلا الْمَوَدَّةَ فى الْقُرْبى

“Katakan hai Muhammad: ‘Aku tidak meminta upah kepada kalian dalam dakwah ini kecuali kecintaan kepada keluargaku’.” (Surat Asy-Syura: 23)

Dalam kitab Hilyatul Awliya’, jilid 3 halaman 201 disebutkan:
Jabir Al-Anshari berkata: Pada suatu hari orang badui datang kepada Nabi saw, lalu ia berkata: Wahai Muhammad, jelaskan kepadaku tentang Islam! Lalu Rasulullah saw bersabda: “Bersaksilah kamu sesungguhnya tiada Tuhan kecuali Allah Yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi-Nya, dan sesungguhnya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.” Kemudian orang badui itu bertanya: Apakah dalam hal ini (dakwah ini) kamu meminta upah padaku? Rasulullah saw menjawab: “Tidak, kecuali kecintaan kepada keluargaku.” Selanjutnya orang badui itu berkata: Sekarang aku berbaiat kepadamu, dan semoga Allah melaknat orang yang tidak mencintaimu dan keluargamu. Rasulullah saw menjawab: “Amin.”

Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur oleh Jalaluddin As-Suyuthi, tentang ayat ini:
As-Suyuthi mengutip hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas, ia berkata: Ketika ayat ini (Asy-Syura: 23) turun, para sahabat bertanya: Ya Rasulallah, siapakah dari keluargamu yang wajib dicintai oleh kami? Rasulullah saw menjawab: “Ali, Fatimah, Hasan dan Husein.”

Ibnu Abbas berkata, ketika ayat ini turun Rasulullah saw bersabda: “Hendaknya kalian menjagaku dengan menjaga Ahlul baitku dan mencintai mereka.”

Hadis tersebut dan hadis-hadis yang semakna terdapat dalam:
1. Syawahidut Tanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 2, halaman 130, hadis ke: 822, 823, 824, 825, 826, 827, 828, 832, 833, 834 dan 838.
2. Manaqib Ali bin Abi Thalib, oleh Ibnu Al-Maghazili Asy-Syafi’i, halaman 307, hadis ke 352.
3. Dzakhairul ‘Uqba, oleh Ath-Thabari Asy-Syafi’i, halaman 25 dan 138.
4. Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i, halaman 101, 135 dan 136, cet. Al-Maimaniyah, cet; halaman 168 dan 225, cet Al-Muhammadiyah, Mesir.
5. Kifayah Ath-thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi’i, halaman 91, 93 dan 313, cet. Al-Haidariyah; halaman 31,32, 175,178, cet. Al-Ghira.
6. Al-Fushul Al-Muhimmah, oleh Ibnu Shabagh A-Maliki, halaman 11.
7. Maqtal Al-Husain, oleh Al-khawarizmi Al-Hanafi, jilid 1, halaman 1 dan 57.
8. Tafsir Ath-Thabari, jilid 25, halaman 25, cet. ke 2 Mushthafa Al-Halabi, Mesir; jilid 25, halaman 14 dan 15 cet. Al-Maimaniyah, Mesir.
9. Al-Mustadrak Al-Hakim, jilid 3, halaman 172.
10. Al-Ittihaf, oleh Asy-Syabrawi asy-Syafi’i, halaman 5 dan 13.
11. Ihyaul Mayt, oleh As-Suyuthi Asy-syafi’i (halaman pinggir) Al-Ittihaf, halaman 110.
12. Tafsir Al-Mushthafa Muhammad; jilid 4, halaman 220, cet. As-Sa’idiyah; halaman 106, cet. Al-’Ustmaniyah.
13. Tafsir Al-Kasysyaf, oleh Zamakhysyari, jilid 3, halaman 402, cet. Musththafa Muhammad; jilid 27, halaman 166, cet. Abdurrahman;jilid 4, halaman 405-406.
14. Tafsir Fakhrur Razi, jilid 27, halaman 166, cet. Abdurrahman Muhammad, Mesir, jilid 7, halaman 405-406.
15. Tafsir Al-Baidhawi, jilid 4, halaman 123, cet. Musththafa Muhammad, Mesir, jilid 5, halaman 53, cet. Darul Kutub; halaman 642, cet. Al-Ustmaniyah.
16. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 4, halaman 112.
17. Majma’uz Zawaid, jilid 7, halaman 103; dan jilid 9, halaman 168.
18. Fathul Bayan fi Maqashidil Qur’an, oleh Shiddiq Hasan Khan, jilid 8, halaman 372.
19. Tafsir Al-Qurthubi, jilid 16, halaman 22.
20. Fathul Qadir, oleh Asy-Syaukani, jilid 4, halaman 537, cet ke2; jilid 4, halaman 22, cet. pertama, Mesir.
21. Ad-Durrul Manstur, oleh As-Suyuthi, jilid 6, halaman 7.
22. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi, halaman 106, 194, 261, cet. Istambul;halaman 123 229, 311, cet. Al-Haidariyah.
23. Tafsir An-Nasafi, jilid 4, halaman 105.
24. Hilyatul Awliya’, jilid 3, halaman 201.
25. Al-Ghadir, Al-Amini, jilid 2, halaman 306-311
26. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tustari, jilid 3, halaman 2-22; jilid 9, halaman 92-101, cet. pertama, Teheran.
27. Fadhaitul Khamsah, jilid 2, halaman 259
28. Faraid As-Samthin jilid 1, halaman 20; jilid 2, halaman 13, hadis ke 359
29. Abqatul Anwar bagian hadis Ats-Tsaqalayn, jilid 1, halaman 285.

Ayat tentang Kesucian Ahlul Bait Nabi saw


Allah swt menegaskan dalam firman-Nya yang mulia:

إِنَّمَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيُذْهِب عَنكمُ الرِّجْس أَهْلَ الْبَيْتِ وَ يُطهِّرَكمْ تَطهِيراً

“Sungguh tiada lain Allah berkehendak menjaga kamu dari dosa-dosa hai Ahlul bait dan mensucikan kamu dengan sesuci-sucinya.” (Al-Ahzab/33: 33)

Surat Al-Ahzab: 33 merupakan ayat menegasan tentang kesucian Ahlul bait Nabi saw. Lalu siapakah Ahlul bait Nabi saw itu? Jawabannya ada tiga pendapat.

Pendapat pertama:
Ayat ini khusus untuk: Nabi saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as).
Pendapat ini berdasarkan hadis shahih yang bersumber dari Aisyah, Ummu Salamah, Abu Said Al-Khudri, Anas bin Malik dan lainnya bahwa ayat ini turun hanya untuk lima orang: Rasulullah saw, Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as).

Dalam Tafsir Ad-Durrul Mantsur jilid 5 halaman 198 dan 199:
Jalaluddin As-Suyuthi berkata bahwa Ummu Salamah berkata: Ayat ini turun di rumahku, dan di rumahku ada tujuh: Jibril dan Mikail (as), Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (ra), sementara aku ada di pintu rumahku. Kemudian aku berkata: Ya Rasulallah, bukankah aku termasuk ke dalam Ahlul baitmu? Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya kamu adalah orang yang baik, kamu termasuk ke dalam golongan isteri-isteri Nabi (bukan Ahlul bait Nabi saw).”

Abu Said Al-Khudri berkata: Ketika Ummu Salamah Ummul mukminin (ra) berada di rumahnya, turunlah malaikat Jibril kepada Rasulullah saw membawa ayat ini (ayat Tathhir). Kemudian Rasulullah saw memanggil Hasan dan Husein, Fatimah dan Ali (as) lalu beliau menghimpun mereka, menghampar kain untuk mereka, dan melarang Ummu Salamah berhimpun bersama mereka. Kemudian beliau bersabda: Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku, jagalah mereka dari dosa-dosa dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.”
Lalu Ummu Salamah (ra) berkata: Wahai Nabi Allah, aku bersama mereka? Rasulullah saw bersabda: “Kamu berada dalam kedudukanmu dan kamu adalah orang yang baik.”

Dalam Shahih Muslim, Shahih At-Tirmidzi, Shahih An-Nasa’i, Musnad Ahmad bin Hanbal, Musnad Al-Bazzar, Musnad Abd bin Humaid, Mustadrak Al-Hakim, Talkhish Al-Mustadrak Adz-Dzahabi, Tafsir Ath-Thabari, Tafsir Ibnu Katsir, Ad-Durrul Mantsur menyebutkan bahwa:
Ibnu Abbas, Abu Said Al-Khudri, Jabir Al-Anshari, Sa’d bin Abi Waqqash, Zaid bin Arqam, Ummu Salamah, Aisyah, dan sebagian sahabat yang lain mengatakan: ketika ayat ini turun kepada Rasulullah saw, beliau mengumpulkan keluarganya yaitu Ali, Fatimah, Hasan dan Husein, dan beliau memayungi mereka dengan kain kisa’ sambil bersabda:

اَللَّهُمَّ هَؤُلاَء أَهْلُ بَيْتِي

“Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku.”

Dalam Shahih At-Tirmidzi 2/319, hadis ke 3871, bab 61:
Ummu Salamah berkata bahwa Nabi saw memberi kehormatan yang khusus kepada Hasan dan Husein, Ali dan Fatimah dengan kain kisa’ (mengumpulkan mereka di bawah kain kisa’). Kemudian beliau bersabda:

اَللَّهُمَّ هَؤُلاَء أَهْلُ بَيْتِي وَخَاصَّتِي، أَذْهِبْ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهِّرْهُمْ تَطْهِيْراً

“Ya Allah, mereka inilah Ahlul baitku dan keistimewaanku, jagalah mereka dari dosa-dosa dan sucikan mereka dengan sesuci-sucinya.” Kemudian Ummu Salamah berkata:

وَأَنَا مَعَهُمْ يَا رَسُولَ الله ؟

Ya Rasulullah, aku bersama mereka? Rasulullah saw menjawab:

إِنَّكَ إِلَى خَيْرٍ

“Engkau orang yang baik.”

Dalam Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul bait (as):
Aisyah berkata: Pada pagi hari Nabi saw keluar dari rumah, membawa kain berbulu yang menyerupai rambut yang hitam. Kemudian datang Hasan bin Ali, lalu datang Husein kemudian masuk bersamanya, kemudian datang Fatimah lalu beliau mempersilahkan masuk, kemudian datang Ali lalu beliau mempersilahkan masuk. Kemudian beliau membaca ayat:

إنَّما يُريد اللهُ ليُذْهِبَ عنكم الرّجسَ أهلَ البيت ويُطهّركم تطهيراً

Hadis-hadis tersebut dan yang semakna terdapat:
1. Shahih Muslim, kitab Fadhail Ash-Shahabah, bab Fadhail Ahlul bayt Nabi, jilid 2 halaman 368; cetakan Isa Al-Halabi; jilid 15 halaman 194 dalam syarah An-Nawawi, cetakan Mesir.
2. Shahih At-Tirmidzi, jilid 5 halaman 30, hadis ke 3258; halaman 328, hadis ke 3875, cetakan Darul Fikr.
3. Musnad Ahmad bin Hanbal, jilid 5 halaman 25, cetakan Darul Ma’arif Mesir.
4. Mustadrak Al-Hakim, jilid 3 halaman 133, 146, 147.
5. Mu’jam Ash-Shaghir Ath-Thabrani, jilid 1 halaman 65 dan 135.
6. SyawahidutTanzil, oleh Al-Hakim Al-Haskani Al-Hanafi, jilid 2, halaman 11-92, hadis 637, 638,639, 640, 641, 644, 648, 649, 650, 652, 653, 656, 657, 658, 659, 660, 661, 663, 664, 665, 666, 667, 668, 671, 672, 673, 675, 678, 680, 681, 686, 690, 691, 694, 707, 710, 713, 714, 717, 718, 729, 740, 751, 754, 755, 756, 757, 758, 759, 760, 761, 762, 764, 765, 767, 768, 769, 770, 774, cet pertama, Bairut.
7. Khashaish Amirul Mu’minin, oleh An-Nasa’i Asy-Syafi’i, halaman 8, cet, Bairut; halaman 49,, cet. Al-Haidariyah.
8. Tarjamah Al-Imam Ali bin Abi Thalib, dalam Tarikh Damsyiq, oleh Ibnu Asakir Asy-Syafi’i, jilid 1, halaman 185.
9. Kifayah Ath-Thalib, oleh Al-Kanji Asy-Syafi,i, halaman 45, 373, 375
10. Musnad Ahmad, jilid 3,halaman 259 dan 285;jilid 4, halaman 107; jilid 6, halaman 6: 292, 296, 298, 304, dan 306, cet. Mesir
11. Usdul Ghabah fi Ma’rifati Ash-Shahabah, oleh Ibnu Atsir Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 12 dan 20; jilid 3, halaman 413; jilid 5, halaman 521 dan 589.
12. Dzakhairul ‘Uqba, oleh Ath-Thabari Asy-Syafi’i halaman 21, 23, dan 24.
13. Asbabun Nuzul, oleh Al-Wahidin, halaman 203, cet Al-Halabi, Mesir.
14. Al-Manaqib, oleh Al-Khawarizmi Al-Hanafi, halaman 23 dan 224.
15. Tafsir Ath-Thabari, jilid 22, halaman 6,7 dan 8, cet Al-Halabi, Mesir.
16. Ad-Durrul Mantsur, oleh As-Suyuthi, jilid 5, halaman 198 dan 199.
17. Ahkamul Qur’an, oleh Al-Jashshash, jilid 5, halaman 230, cet Abdurrahman Muhammad; halaman 443, cet. Cairo.
18. Manaqib Ali bin
19. Mashabih As-Sunnah, oleh Al-Baghawi Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 278, cet. Muhammad Ali Shabih; jilid 2, halaman 204, cet. Al-Khasyab
20. Misykat Al-Mashabih, oleh Al-’Amri, jilid 3, halaman 354.
21. Al-Kasysyaf, oleh Zamakhsyari, jilid 1, halaman 193, cet. Mushthafa Muhammad; jilid 1, halaman 369, cet. Bairut.
22. Tadzkirah Al-Khawwash, oleh As-Sibt bin Al-Jauzi Al- Hanafi, halaman 233.
23. Mathalib As-Saul, oleh IbnuThalhah Asy-Syafi’i, jilid 1, halaman 19 dan 20. Ahkamul Qur’an, oleh Ibnu ‘Arabi, jilid 2, halaman 166, cet. Mesir.
24. Tafsir Al-Qurthubi, jilid 14, halaman 182, cet. Kairo.
25. Tafsir Ibnu Katsir, jilid 3, halaman: 483, 494, dan 485, cet. Mesir.
26. Al-Fushul Al-Muhimmah, oleh Ibnu Shabagh Al-Maliki, halaman 8.
27. At-Tashil Li’ulumi AtTanzil, oleh Al-Kalbi, jilid 3, halaman 137.
28. Tafsir Al-Munir Lima’alim At-Tanzil, Al-Jawi, jilid 2, halaman 183.
29. Al-Ishabah, oleh Ibnu Hajar Asy-Syafi’i, jilid 2, halaman 502; jilid 4, halaman 367, cet. Musththafa Muhammad; jilid 2, halaman 509; jilid 4, halaman 378, cet. As-Sa’adah. Mesir.
30. Al-Itqan fi’Ulumil Qur’an, oleh As-Suyuthi, jilid 4, halaman 240, cet. Mathba’ Al-Mashad Al-Husaini, Mesir.
31. Ash-Shawa’iqul Muhriqah, oleh Ibnu Hajar, halaman 85, cet. Al-Maimaniyah; halaman 141 dan 227, cet. Al-Muhammadiyah.
32. Muntakhab Kanzul ‘Ummul Kanzul ‘Ummul (catatan pinggir) Musnad Ahmad bin Hambal, jilid 5, halaman 96.
33. As-Sirah An-Nabawiyah, oleh Zaini Dahlan (catatan pinggir) As-Sirah Al-Halabiyah, jilid 3, halaman 329 dan 330, cet. Al-Mathba’ Al-Bahiyah, Mesir; jilid 3, halaman 365, cet. Muhammad Ali Shabih, Mesir.
34. Is’afur Raghibin, oleh Ash- Shabban (catatan pinggir) Nurul Abshar, halaman: 104,105, dan 106, cet. As-Sa’idiyah; halaman 97 dan 98, cet. Al-Utsmaniyah; halaman 105, cet. Mushthafa Muhammad, Mesir.
35. Ihqaqul Haqq, oleh At-Tustari, jilid 2, halaman 547-502.
36. Fadhailul Khamsah, jilid 1, halaman 223 dan 224.
37. Al-Isti’ab, oleh Ibnu Abd Al-Birr (catatan pinggir) Al-Ishabah, jilid 3, halaman 37, cet. As-Sa’adah;jilid 3, halaman 317, cet. Mushthafa Muhammad.
38. Yanabi’ul Mawaddah, oleh Al-Qundusi, halaman: 107, 108, 228, 229, 230, 244, 260, dan 294. cet. Istambul; halaman: 124, 125, 126, 135, 196, 229, 269, 272, 352, dan 353, cet. Al-Haidariyah.

Pendapat yang kedua:
Pendapat ini mengatakan bahwa ayat ini hanya untuk isteri-isteri Nabi saw
Riwayat yang menyatakan bahwa ayat ini turun hanya untuk isteri-isteri Nabi saw adalah riwayat yang bersumber dari Ikrimah, budak Ibnu Abbas. Ikrimah mengatakan bahwa ayat ini diturunkan khusus untuk isteri-isteri Nabi saw. Ketika ayat ini Ikrimah berteriak-teriak di pasar-pasar untuk menjelaskan pendapat ini.

Ath-Thabari dalam tafsirnya menyebutkan bahwa Ikrimah berteriak-teriak di pasar-pasar (Tafsir Ath-Thabari 22/7; Ibnu Katsir 3/415).

Ibnu Katsir menyebutkan bahwa Ikrimah berkata: Barangsiapa yang menghendaki keluarga Nabi, ayat ini turun khusus untuk isteri-isterinya. (Tafsir Ibnu Katsir 3/415; Ad-Durrul mantsur 5/195).

Suyuthi menyebutkan bahwa Ikrimah berkata: Tidakkah kalian mendatangi isteri-isteri Nabi saw, ayat ini turun khusus untuk mereka. (Ad-Durrul mantsur 5/198).

Riwayat ini lemah dengan alasan minimal tiga hal:
Pertama: Riwayat ini hanya bersumber dari Ikrimah, tidak adaseorang pun sahabat Nabi saw yang terkemuka meriwayatkan seperti pendapat Ikrimah.
Kedua: Riwayat ini bertentangan dengan hadis-hadis yang shahih dan mutawatir yang disepakati oleh kaum muslimin.
Ketiga: Ikrimah adalah seorang budak yang pendusta, suka melakukan penyimpangan, dan sangat membenci Ahlul bait Nabi saw.

Pribadi Ikrimah
Ikrimah adalah seorang khawarij, bahkan ia termasuk orang yang mempropagandakan Khawarij. Kaum khawarij mengutip riwayat dari Ikrimah kemudian menisbatkan kepada sahabat Nabi saw yang terkemuka.
Adz-Dzahabi mengatakan: Banyak orang membicarakan bahwa pendapat Ikrimah ini adalah pendapat khawarij, ia suka menggunakan hawa nafsunya dalam membicarakan agama. Ia adalah orang yang tercela dalam Islam. Ia tidak shalat, dan suka melakukan dosa-dosa besar.

Para ahli sejarah Islam banyak yang mengatakan bahwa Ikrimah adalah pendusta. Ia adalah seorang budak yang suka berdusta kepada majikannya yaitu Abdullah bin Abbas. Ali bin Abdullah bin Abbas pernah mengikat Ikrimah di tiang pintunya, kemudian orang bertanya kepadanya: Mengapa kamu melakukan hal itu kepada budakmu? Ia menjawab: Budak ini suka berdusta kepada ayahku.
Said bin Musayyab berkata kepada budaknya: Wahai Barda, kamu jangan berdusta kepadaku seperti Ikrimah berdusta kepada Ibnu Abbas.
Qasim bin Muhammad bin Abu Bakar salah seorang Fuqaha’ Madinah berkata: Sesungguhnya Ikrimah adalah pendusta.
Ibnu Sirin berkata: Ikrimah adalah pendusta.
Malik bin Anas berkata: Ikrimah adalah pendusta.
Yahya bin Mu’in berkata: Ikrimah adalah pendusta.
Anas bin Malik mengharamkan riwayat yang bersumber dari Ikrimah.

Pernyataan tersebut terdapat dalam:
1. Ath-Thabaqat, Ibnu Sa’d, jilid 5, halaman 287.
2. Tahdzibul kamal, Al-Hafizh Al-Muzzi, jilid 20. halaman 264.
3. Mizanul I’tidal, Adz-Dzahabi, jilid 3, halaman 93.
4. Tahdzibut tahdzib, Ibnu Hajar Al-Asqalani, jilid 7, halaman 263.
5. Al-Mughni fi Adh-Dhu’afa’, Adz-Dzahabi, jilid 2, halaman 84.

Pendapat yang ketiga:
Pendapat ini menyatakan bahwa Ayat ini turun untuk Ali, Fatimah, Hasan, Husein, dan isteri-isteri Nabi saw

Jika kita membaca kitab-kitab tafsir yang mu’tabarah, misalnya Zadul Masir fi ilmi At-Tafsir oleh Ibnu Al-Jauzi 6/383, kita akan dapati bahwa riwayat tersebut hanya bersumber dari Adh-Dhahhak, bukan dari sahabat-sahabat Nabi saw yang terkemuka.

Mungkinkah hanya perkataan seorang Adh-Dhahhak dapat menggugurkan riwayat-riwayat yang terdapat dalam kitab-kitab Shahih, Sunan, dan Musnad, yang bersumber dari sahabat Nabi saw yang terkemuka: Ibnu Abbas, Jabir Al-Anshari, Zaid bin Arqam, Said bin Abi Waqqash, Ummu Salamah dan Aisyah.

Anehnya, mereka memaksakan diri untuk memasukkan isteri-isteri Nabi saw ke dalam Ahlul bai (as), padahal Ummu Salamah dan Aisyah sendiri mengatakan Ahlul bait hanyalah: Ali, Fatimah, Hasan dan Husein (as). Ummu Salamah dan Aisyah sendiri menafikan dirinya dari bahwa ayat ini turun untuk keistimewaan isteri-isteri Nabi saw. Mengapa Adh-Dhahhak menisbatkan ayat ini untuk isteri-isteri Nabi saw?

Mungkinkah Nabi saw menjelaskan kata Ahlul bait dalam ayat ini berbeda-beda kepada sahabat yang satu dan yang lain? Tidak mungkin, karena Nabi saw tidak pernah menyalahi kehendak Allah saw untuk menyenangkan hati isterinya.

Kontek kalimat ayat Tahhir
Mereka berusaha menghubungkan kalimat ini dengan kalimat sebelumnya yang membicarakan tentang isteri-isteri Nabi saw, padahal jika dihubungkan bertentangan dengan kaidah ilmu ushul dan ilmu nahwu. Kita perhatikan perubahan dhamir kunna (kata ganti untuk perempuan), dan kata Innama, adatul qashr (kata untuk membatasi persoalan).

Jika Anda memaksakan hal itu berarti Anda telah menyalahi hadis-hadis yang shahih dan mutawatir, dan membelokkan makna yang dikehendaki oleh Allah kepada makna yang Anda kehendaki.

Nabi saw manusia terbaik, nasab, suku dan keturunannya

Dalam Shahih At-Tirmidzi 2: 269, kitab manaqib, bab keutamaan Nabi saw, hadis ke 3608 disebutkan:
Abu Wida’ah berkata: pada suatu hari Ibnu Abbas datang kepada Rasulullah saw, seakan-akan beliau mendengar sesuatu, kemudian beliau naik ke mimbarnya dan bersabda: “Siapakah aku?” Sahabat menjawab: Engkau Rasul Allah, salam atasmu. Kemudian Rasulullah saw bersabda:
“Aku adalah Muhammad bin Abdillah bin Abdil Muththalib. Sesungguhnya Allah menciptakan makhluk, maka menjadikan aku yang terbaik dari mereka dalam golongan, kemudian menjadikan mereka dua golongan, dan menjadikan aku yang terbaik dari mereka dalam golongan. Kemudian menjadikan mereka bersuku-suku, dan menjadikan aku yang terbaik dalam suku. Kemudian menjadikan mereka dalam keluarga-keluarga, dan Allah menjadikan keluargaku yang terbaik dalam semua keluarga mereka, dan yang terbaik dalam nasab (garis keturunan).”

Dalam Mustadrak Al-Hakim 4: 73, kitab ma’rifah Ash-shahabah, fadhail Quraisy, disebutkan:
Abdullah bin Umar berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di halaman rumah Nabi saw ada seseorang perempuan lewat di dekat kami, kemudian salah seorang laki-laki dari suatu kaum berkata: Ini puteri Muhammad saw. Kemudian Abu Sofyan berkata: Muhammad di Bani Hasyim seperti tanaman di tengah-tengah jerami. Kemudian perempuan itu pergi dan menceritakan kepada Nabi saw. Kemudian Nabi saw keluar dan nampak marah di wajahnya lalu bersabda:
“Alangkah menyakitkan kata-kata yang sampai padaku tentang suatu kaum? Sesungguhnya Allah swt menciptakan tujuh langit dan memilih yang tertinggi, kemudian menempatkan padanya makhluk yang dikehendaki-Nya. Kemudian Dia menciptakan makhluk lalu memilih keturunan Adam dari makhluk-Nya, memilih arab dari keturunan Adam, memilih keturunan Mudhar dari kalangan arab, memilih suku quraisy dari keturunan Mudhar, memilih Bani Hasyim dari suku quraisy, dan memilih aku dari Bani Hasyim. Aku adalah dari Bani Hasyim dari orang-orang pilihan. Barangsiapa yang mencintai orang arab karena mencintaiku maka aku mencintai mereka, barangsiapa yang membenci orang arab karena membenciku maka aku membenci mereka.”

Dalam Dzakhair Al-‘Uqba: 10, bab keutamaan quraisy, Muhibuddin Ath-Thabari menyebutkan:
Watsilah bin Asqa’ berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah memilih Ibrahim dari keturunan Adam kemudian menjadikan ia kekasih-Nya. Dia memilih Ismail dari keturunan Ibrahim, kemudian memilih Nizar dari keturunan Ismail, kemudian memilih Mudhar dari keturunan Nizar, kemudian memilih Kinanah dari Mudhar, kemudian memilih quraisy dari kinanah, kemudian memilih Bani Hasyim dari quraisy, kemudian Bani Abdul Muththalib dari Bani Hasyim, kemudian memilihku dari Bani Abdul Muththalib.”

Muhibuddin Ath-Thabari mengatakan: Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Qasim bin Yusuf As-Sahmi, diriwayatkan juga secara ringkas oleh Muslim, At-Tirmidzi dan Abu Hatim.

Dalam Kanzul Ummal 6: 108, kitab Fadhail, hadis ke 32044 disebutkan:
Rasulullah saw bersabda:
“Aku adalah manusia yang paling mulia dalam garis keturunan, tapi aku tidak membanggakan. Aku adalah manusia yang paling mulia dalam kadarnya,tapi aku tidak membanggakan. Wahai manusia, barangsiapa yang datang kepada kami maka kami akan datang kepadanya. Barangsiapa yang memuliakan kami, maka kami akan memuliakannya. Barangsiapa yang mencatat kami, maka kami akan mencatatnya. Barangsiapa yang mengantarkan mayit kami, maka kami akan mengantarkan mayitnya. Barangsiapa yang melaksanakan hak kami, maka kami akan melaksanakan haknya. Wahai manusia, hitunglah manusia sesuai dengan kadar perhitungan mereka, bergaullah dengan manusia sesuai dengan kadar agama mereka, datangilah manusia sesuai dengan kadar pemikiran mereka, dan ajaklah manusia berpikir dengan akal kalian.”

Al-Muttaqi Al-Hindi mengatakan: Hadis ini diriwayatkan oleh Ad-Daylami dari Jabir dari Rasulullah saw.

Dalam tafsir Ad-Durrul Mantsur, surat Al-Ahzab: 33, Jalaluddin As-Suyuthi menyebutkan: Ibnu Abbas berkata bahwa Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah membagi makhluk menjadi dua golongan, kemudian menjadikan aku yang terbaik dari dua golongan itu. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah ‘Golongan kanan .. dan golongan kiri’(Al-Waqi’ah: 27, 41). Aku adalah dari golongan kanan, dan golongan kanan yang terbaik. Kemudian membagi dua golongan itu menjadi tiga golongan, dan menjadikan aku yang terbaik dari tiga golongan itu. Inilah yang dimaksudkan oleh firman-Nya: “Yaitu golongan kanan. Alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri. Alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dahulu (masuk surga).” Aku adalah dari golongan orang-orang yang dahulu beriman, dan aku yang terbaik dari golongan orang-orang paling dahulu beriman. Kemudian Allah menjadikan tiga golongan itu menjadi suku-suku, dan menjadikan aku yang terbaik dari suku-suku itu. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt: “Dan Aku jadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kalian saling mengenal, sesungguhnya yang paling mulia dari kalian adalah kalian yang paling bertakwa.” (Al-Hujurat: 13). Aku adalah orang yang paling bertakwa dan paling mulia dari keturunan Adam, tetapi aku tidak membanggakannya. Kemudian Allah menjadikan suku-suku itu menjadi keluarga-keluarga, lalu Dia menjadikan aku dan keluargaku yang terbaik dari keluarga-keluaga itu. Inilah yang dimaksudkan oleh firman Allah swt: “Sesungguhnya Allah berkehendak menjaga kalian dari dosa-dosa hai ahlul bait, dan mensucikan kalian dengan sesuci-sucinya.” (Al-Ahzab: 33). Dengan demikian, maka aku dan ahlul baitku adalah orang-orang yang disucikan dari dosa-dosa.”

Jalaluddin As-Suyuthi mengatakan: Hadis ini diriwayatkan oleh Al-Hakim, At-Tirmidzi, Ath-Thabrani, Ibnu Mardawaih, Abu Na’im dan Al-Baihaqi dari Ibnu Abbas.